Abstrak
Masa remaja merupakan masa perubahan dramatis dalam diri seseorang. Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan komposisi tubuh, terutama akumulasi lemak tubuh pada remaja puteri. Dengan adanya akumulasi lemak tubuh tersebut, ada anggapan bahwa mereka tidak memiliki tubuh semenarik yang diinginkan. Hal ini akan mendorong remaja puteri mencari jalan keluar agar memiliki tampilan fisik yang ideal, salah satunya adalah dengan melakukan perubahan kebiasaan makan yang umumnya menyimpang. Kebiasaan makan yang tidak benar itu dapat mengakibatkan terjadinya gangguan makan atau eating disorder yang dapat berdampak buruk bagi remaja. Eating disorders (ED) merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri. Pada umumnya, penderita ED adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah. Terdapat dua macam ED, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Kedua gangguan tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu menguruskan badan. Belum banyak penelitian mengenai ED di Indonesia, sebab masih dianggap sebagai masalah yang sepele dan belum banyak terkuak kasus tersebut. ED dapat memberikan dampak yang cukup serius. Pada penderita anoreksia misalnya dapat menyebabkan kemunduran sistem imunitas karena kekurangan gizi, gangguan lambung, penyakit jantung koroner, kerusakan hati hingga kematian. Dampak dari bulimia nervosa adalah kerusakan enamel gigi, penurunan kadar kalium darah, perdarahan esofagus, dan kematian. Remaja yang melakukan diet bahkan ketika mereka memiliki berat badan normal, dapat mengancam status gizi mereka dalam hal kehilangan sejumlah besar lemak. Kehilangan lemak tersebut dapat mengakibatkan amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi, dan kegagalan pertumbuhan.
Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa perubahan dramatis dalam diri seseorang. Pertumbuhan pada usia anak yang relatif terjadi dengan kecepatan yang sama, secara mendadak meningkat saat memasuki usia remaja. Peningkatan pertumbuhan yang mendadak ini disertai dengan perubahan-perubahan hormonal, fisik, kognitif, dan emosional, sehingga perubahan tersebut membutuhkan zat gizi secara khusus (1).
Salah satu perubahan yang terjadi pada masa remaja adalah perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi antara lain perubahan berat dan tinggi badan, serta perubahan komposisi tubuh, yang termasuk di dalamnya akumulasi massa otot dan lemak tubuh. Perubahan fisik tersebut akan mempengaruhi jiwa remaja, karena seringkali perubahan tersebut akan menimbulkan perasaan tidak puas diri pada remaja. Misalnya saja dengan peningkatan lemak tubuh pada remaja putri, akan menimbulkan ketidakpuasan pada mereka, sehingga mereka merasa memiliki tubuh yang gemuk.
Adanya anggapan diri bahwa mereka tidak memiliki tubuh semenarik yang diinginkan, mendorong remaja puteri mencari jalan keluar agar memiliki tampilan fisik yang ideal, antara lain dengan melakukan diet dan menutupi keadaan fisik yang dianggapnya kurang ideal. Rendahnya citra raga atau penilaian terhadap bentuk tubuh remaja puteri ini disebabkan karena adanya kesenjangan antara apa yang dilihat dengan apa yang diyakini sebagai bentuk tubuh yang ideal.
Adanya pengaruh lingkungan juga dapat mempengaruhi mindset remaja. Mereka ingin memiliki bentuk tubuh sempurna seperti bentuk tubuh idola mereka, sehingga akhirnya mereka menginginkan bagian tubuh tertentu lebih kecil. Perasaan ini dapat menyebabkan mereka mengubah tubuh dengan memanipulasi kebiasaan makan (1). Kebiasaan makan yang tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya gangguan makan atau eating disorder yang dapat berdampak buruk bagi remaja.
Eating disorders (ED) merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri. ED diperkirakan terjadi sebesar 0.5-3.0% pada populasi Amerika, dimana lebih banyak diderita oleh perempuan daripada laki-laki. ED pada remaja dapat berlanjut menjadi masalah yang serius dan kemungkinan menyebabkan kematian muda atau sakit psikisosial yang berkepanjangan (2).
Pada umumnya, penderita ED adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah. Mereka perasaan tidak berdaya, dan perasaan tidak sebanding dengan orang lain. Mereka menggunakan makanan dan diet untuk mengatasi masalah-masalah dalam hidup mereka. Mereka beranggapan bahwa makanan adalah sumber kenyamanan atau penghilang stres, sementara penurunan berat badan dianggap sebagai cara agar diterima oleh teman-teman dan keluarga (2).
Terdapat dua macam ED, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa (3). Anoreksia dan bulimia adalah gangguan pola makan yang tampak atau sering terjadi pada remaja dan hanya sedikit laki-laki yang menderita gangguan ini. Gangguan Anoreksi dan bulimia ini biasanya terjadi akibat seseorang terobsesi untuk menjadi langsing. Kedua gangguan tersebut juga mempunyai tujuan yang sama, yaitu menguruskan badan (3).
Remaja wanita lebih mungkin mengalami gangguan makan daripada laki-laki. studi di Amerika Serikat (AS) mengesitimasikan bahwa 0.5-3.7% wanita menderita anoreksia nervosa. Hal serupa juga terjadi dengan bulumia nervosa, sekitar-15% remaja perempuan di AS mengalami bulimia nervosa. Bulimia nervosa mempengaruhi 1-3% populasi AS dan lebih dari 90% dari kasus yang dilaporkan adalah perempuan. Selain itu, gangguan makan tipe binge eating juga memiliki angka kejadian yang tidak sedikit (4).
Belum banyak penelitian mengenai ED di Indonesia, sebab masih dianggap sebagai masalah yang sepele dan belum banyak terkuak kasus tersebut (5). ED dapat memberikan dampak yang cukup serius. Pada penderita anoreksia misalnya dapat menyebabkan kemunduran sistem imunitas karena kekurangan gizi, gangguan lambung, penyakit jantung koroner, kerusakan hati hingga kematian. Dampak dari bulimia nervosa adalah kerusakan enamel gigi, penurunan kadar kalium darah, perdarahan esofagus, dan kematian (3).
Kepercayaan diri, distorsi body image, dan perilaku diet adalah beberapa faktor terjadinya ED. Beberapa faktor risiko terjadinya ED antara lain gender, ras/etnis, kebiasaan makan dan masalah saluran pencernaan, penilaian negatif diri, kekerasan seksual serta perhatian lebih terhadap berat dan bentuk tubuh (5). Media juga berperan dalam menyebabkan timbulnya ED. Sebab kebanyakan body image yang disukai disebarluaskan melalui media (3).
Metode
Dalam makalah ini, penulis mengumpulkan literatur dengan menggunakan website google, google scholar, dan search proquest, dengan kata kunci eating disorder, anorexia, bulimia, dan adolescence. Selain itu penulis juga mencari jurnal melalui website American Journal of Clinical Nutrition dengan kata kunci yang sama, dan dengan terbitan sepuluh tahun terakhir. Selain itu, penulis juga menggunakan buku yang relevan sebagai bahan referensi. Sedangkan untuk membantu menerjemahkan kalimat yang sulit dari jurnal, penulis menggunakan bantuan google translate dan Jhon E. Coll dictionary, serta kamus kedokteran Dorland untuk membantu memahami istilah kedokteran yang kurang dipahami.
Hasil
Eating disorders (ED) adalah gangguan perilaku makan yang ditandai dengan perilaku abnormal seperti makan berlebihan dan memuntahkan kembali atau membatasi makan secara terus menerus (6). Terdapat dua macam gangguan perilaku tersebut, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Menurut Asosiasi Psikologi Amerika (APA), anoreksia nervosa merupakan perilaku dimana mereka menolak untuk mempertahankan berat badan minimal yang normal, sangat takut dengan kenaikan berat badan, dan sangat memperhatikan persepsi bentuk dan ukuran tubuhnya (7). Sedangkan bulimia nervosa menurut APA (2004) adalah suatu perilaku makan yang berlebihan serta melakukan perilaku makan yang tidak pantas untuk mencegah kenaikan berat badan dan menjaga bentuk tubuh (7).
Remaja yang melakukan diet bahkan ketika mereka memiliki berat badan normal, dapat mengancam status gizi mereka dalam hal kehilangan sejumlah besar lemak. Kehilangan lemak tersebut dapat mengakibatkan amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi, dan kegagalan pertumbuhan. Selain itu, diet intermiten pada remaja obesitas dapat menurunkan kebutuhan energi basal dan membuat penurunan berat badan lebih sulit. Gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa biasanya didahului oleh diet. Akibatnya, diet dianggap sebagai faktor risiko yang penting untuk pengembangan gangguan makan (8).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa ED atau gangguan perilaku makan terdiri atas dua, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Berikut ini penulis akan menjelaskan mengenai kedua gangguan tersebut, patogenesis dari ED, serta dampaknya terhadap tumbuh kembang remaja yang telah dirangkum dari berbagai literatur.
Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa, adalah salah satu gangguan makan dengan prevalensi sebesar 0.48% hingga 0.70% pada remaja wanita dan merupakan gangguan serius yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis. Dampak gangguan fisik antara lain terhambatnya pertumbuhan, keterlambatan atau gangguan puberitas, dan pengurangan massa tulang. Dampak fisik juga bisa dilihat dari besarnya tingkat kematian akibat anoreksia di Amerika Serikat, yaitu diperkirakan sebesar 5.6% per dekade, dimana sekitar setengah kematian disebabkan karena gagal jantung dan setengahnya lagi karena bunuh diri. Sedangkan dampak psikologis seperti kondisi penyerta psikologis yang umum, antara lain gangguan depresi, kecemasan, termasuk gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan kepribadian (9).
Menurut Hoek (2006) prevalensi anoreksia diperkirakan sebesar 0.3% pada remaja perempuan dan dewasa muda di Amerika Serikat, prevalensinya meningkat selama transisi dari remaja ke dewasa muda. Badan statistik Kanada memperkirakan sekitar 0.5%-4% wanita akan mengalami anoreksia selama hidup mereka, dan mereka yang kebanyakan dirawat karena keluhan anoreksia sebagian besar adalah remaja. Namun, hanya sepertiga dari penderita anoreksia yang menjalani pengobatan mental (10).
Diagnostik and Statistical Manual for Mental Disorders IV (DSM-IV) mendefinisikan anoreksia sebagai penolakan untuk mempertahakan berat badan atau penolakan memiliki berat badan yang normal. Hal ini dapat terjadi antara lain : 1) penurunan berat badan hingga 15% daripada berat badan yang diharapkan; atau 2) kegagalan meningkatkan berat badan selama usia pertumbuhan. Terdapat kriteria tambahan, yaitu : perasaan takut meningkatkan berat badan atau menjadi gemuk meskipun secara fisik sebenarnya mereka mengalami berat badan kurang (11).
Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa, merupakan gangguan yang ditandai dengan binge eating dan purguing (12), yang diikuiti dengan perilaku yang tidak nyaman untuk mencegah kenaikan berat badan. Gangguan ini umumnya biasa terjadi selama masa remaja, dengan periode onset sekitar usia 18 tahun. Rasio penderita antara wanita dan laki-laki adalah berkisar 10:1 hingga 20:1, dan berasal dari status ekonomi yang berbeda-beda (13). Sebagian besar penderita bulimia memiliki kondisi kejiwaan yang sama, seperti gangguan kecemasan atau depresi. Bulimia sendiri dikatakan berhubungan dengan penyalahgunaan obat dan pergaulan bebas (12).
Remaja yang berisiko mengalami gangguan ini adalah kemungkinan mereka yang mengalami kelainan depresi biologis, yang diperburuk dengan konflik keluarga dan aturan ekspektasi sosial. Penekanan sosial akan tubuh yang langsing seringkali membantu identifikasi penurunan berat badan seseorang sebagai solusi masalah. Diet yang menyebabkan makan yang berlebihan, sehingga memulai gangguan yang seperti siklus. Penderita bulimia ini memiliki pola makan yang tampaknya kacau meskipun ada aturan untuk mengonsumsi makanan yang mesti dimakan, seberapa banyak dan makanan yang baik serta makanan yang dihindari. Meskipun kriteria diagnosis gangguan makan berfokus pada perilaku makan berlebihan atau muntah, sebagian besar penderita menghindari makanan mereka (12).
Meskipun kriteria resmi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition (DSM-IV), mensyaratkan terjadinya binge eating atau makan berlebihan, rata-rata setidaknya dua kali seminggu selama periode tiga bulan, terdapat variasi tipe perilaku, dan beberapa responden memuntahkan kembali makanannya 5 hingga 10 kali atau lebih dalam sehari. Berbeda dengan anoreksia nervosa, penderita bulimia cenderung memiliki berat badan normal. Risiko kematian lebih rendah, jika dibandingkan dengan anoreksia, namun lebih banyak terjadi pada wanita dengan umur yang sama di populasi umum (12).
Penghindaran terhadap makanan tersebut bisa disebabkan karena faktor fisiologi atau psikologi yang kemudian memicu makan berlebih. Juga, trauma melanggar aturan dengan memakan sesuatu juga bisa menyebabkan perilaku binge-eating yang merusak diri. Akan tetapi jika penderita melanjutkan pola makan yang normal, umumnya akan menyebabkan masalah pada saluran pencernaan, seperti perut kembung, konstipasi, dan buang angin. Ketidaknyamanan fisik yang disebabkan karena binge eating seringkali menyebabkan pola siklus pada penderita untuk kembali menghindari makanan kembali. meskipun berfokus pada makanan, perilaku tersebut berkaitan dengan manajemen emosi dan mengobati sakit psikologis (13).
Penyebab bulimia belum diketahui dengan baik, ada indikasi yg menytkn bahwa faktor genetik memiliki peran penting. Gangguan sistem serotonergik, yang terlibat dalam pengaturan asupan makanan, serta budaya terhadap standar daya tarik fisik, juga diyakini memiliki kontribusi (12).
Kebanyakan penderita dengan bulimia memuntahkan makanan tanpa stimulasi medis. Untuk mengeluarkan kembali makanan yang masuk, penderita melakukan berbagai cara. Misalnya memuntahkan makanan yang telah ditelannya dengan memasukkan jari tangan, sedotan, sikat gigi, dan sebagainya. Cara lain adalah berpuasa selama 24 jam tanpa makan dan minum, mengonsumsi pil pelangsing, dan obat pencahar (3). Mereka juga melakukan olahraga berlebihan, melebihi batas yang dilakukan oleh orang normal. Kelebihan obat pencahar dapat mengakibatkan dehidrasi, malnutrisi, iritasi esopagus, pengeroposan dan kerusakan gigi, serta gangguan kelenjar dan metabolik. Komplikasi medis bulimia nervosa berkaitan dengan modus dan frekuensi memuntahkan makanan, sedangkan pada anoreksia, komplikasi tersebut muncul sebagai akibat dari kelaparan/pembatasan makanan dan penurunan berat badan (13).
Patogenesis Eating Disorders
Pola makan merupakan point yang penting, baik pada anoreksia maupun bulimia, dimana memiliki risiko terbesar menjadi kelompok diet yang buruk. Tidak mengherankan, faktor sosial-kultural dan lingkungan sangat berhubungan dengan citra tubuh yang ideal dan memiliki peran penting dalam perkembangan perilaku gangguan makan. Laporan mengenai kasus anoreksia dan bulimia di negara industri yang mana makanan makanan berlimpah serta bentuk tubuh langsing dikorelasikan dengan bentuk tubuh yang menarik. Sebagai contoh, prevalensi anoreksia di remaja puteri Yunani yang hidup di Jerman adalah dua kali lebih besar daripada remaja puteri Yunani yang menetap di Turki, dimana nilai-nilai barat mengenai tubuh yang langsing dan kecantikan kurang terekspos (14).
Penelitian terbaru menyatakan bahwa seretonin memiliki peran yang penting dalam area ini. Neurotransmitter seretonin diketahui memiliki efek kontrol nafsu makan, perilaku sosial dan seksual, respon stres dan mood. Seretonin mengatur makan dengan mengeluarkan sensasi cepat kenyang. Seretonin memiliki peran antagonis terhadap neurotansmissi serotonergik atau blok reseptor aktivasi yang meningkatkan konsumsi makanan dan berat badan. Penurunan fungsi seretonin di otak berhubungan dengan depresi, impulsi, dan perilaku agresif (14). Salah satu penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan perilaku binge eating yang parah memiliki asam serebrospinal 5-hidroksindoleasetik yang rendah daripada pada kelompok kontrol. Hal ini dapat dikatakan bahwa gangguan fungsi serotonergis dapat menjadi faktor risiko perkembangan anoreksia dan bulimia (14).
Leptin, suatu hormon yang disekresi oleh sel lemak, tampaknya kurang memiliki peran penting dalam pengaturan anoreksia, meskipun memiliki peran dalam pengaturan lemak tubuh. Remaja dengan anoreksia atau berat badan kurang memiliki serum leptin yang rendah, konsisten dengan penurunan massa jaringan lemak, yang meningkat seiring penambahan berat badan. Menariknya, normalisasi kadar leptin tampaknya mendahului normalisasi berat badan, yang mungkin memberi kesulitan dalam mencapai dan mempertahankan berat badan pada anoreksia (14). Studi klinis dan populasi pada wanita melihat adanya hubungan antara depresi dan anoreksia, dimana depresi merupakan faktor risiko perkembangan gangguan makan pada remaja. Kesimpulannya, bahwa patogenesis gangguan makan dapat digambarkan dalam hal yang mencerminkan jalur umum yang umumnya memiliki kontribusi dalam beberapa perkembangan. Dalam hal intervensi, implikasi terapeutik yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor predisposisi dan mempercepat penyembuhan (14).
Kaitan Anoreksia Nervosa dengan Tumbuh Kembang Remaja
Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan kebutuhan fisik dan perkembangan tubuh yang dramatis. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya (1).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa anoreksia nervosa merupakan gangguan makan untuk membuat tubuh menjadi kurus dengan jalan membatasi makanan secara sengaja dan mengontrolnya dengan sangat ketat. Penderita anoreksia sebenarnya sadar bahwa mereka kelaparan, tetapi karena takut berat badannya bertambah, mereka memaksakan diri menahan rasa lapar. Selain itu persepsi penderita terhadap rasa kenyang juga mengalami gangguan, sehingga mengonsumsi makanan dengan porsi yang kecil pun sudah merasa sangat kenyang, bahkan mual (3).
Salah satu tanda khas dari penderita anoreksia adalah tidak mengalami menstruasi minimal 3 bulan. Hal ini terjadi karena tubuhnya tidak memiliki zat-zat gizi yang cukup, sehingga aktivitas hormonnya terganggu. Perilaku anoreksia ini dapat berakibat fatal, karena menahan laparnya dilakukan mati-matian sehingga dapat menyebabkan bunuh diri. Dan tentu saja tanpa asupan zat-zat gizi yang cukup, metabolisme tubuh tidak mampu berjalan dengan baik (3).
Anoreksia dapat memberikan pengaruh pada saluran pencernaan dan massa otak. Membiarkan kelaparan dapat menyebabkan pengosongan lambung menjadi lambat, menurunkan pergerakan usus, dan konstipasi yang parah. Juga terdapat bukti bahwa ketidaknormalan struktur otak (kehilangan jaringan) akibat kelaparan yang berkepanjangan, yang muncul di awal proses pernyakit dan dapat jumlahnya kemungkinan cukup besar. Meminimalisir potensi komplikasi fisik jangka panjang dari anoreksia, dapat dilakukan dengan mengenal gejala dan pengobatan segera adalah hal penting dilakukan pada remaja yang mengalami penyakit ini (12).
Kaitan Bulimia Nervosa dengan Tumbuh Kembang Remaja
Bulimia berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengancam jiwa penderitanya. Bayangkan jika seseorang memuntahkan terus-menerus makanan yang ia konsumsi. Tentunya tubuh mereka akan lemas dan sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Apalagi jika ia memuntahkan makanan dengan menggunakan alat, risiko komplikasinya akan bertambah. Padahal seperti yang dijelaskan pada pendahuluan, bahwa masa remaja merupakan masa dimana terjadi perubahan dramatis pada fisik, kognitif, hormonal, dan emosional, sehingga dibutuhkan zat-zat gizi khusus untuk mendukung perubahan yang optimal. Berikut ini akan dijelaskan beberapa komplikasi medis akibat bulimia.
– Komplikasi mulut
Nyeri faring dan hilangnya enamel pada permukaan anterior gigi diperkirakan akibat paparan berulang isi asam lambung dalam muntahan tersebut. Karies gigi mungkin lebih umum terjadi. Komplikasi lain yang berhubungan dengan muntahan yang berlebihan adalah sialadenosis, yaitu pembengkakan yang menyakitkan dari kelenjar ludah yang muncul setelah siklus pemuntahan makanan (12).
Menurut Edward, dkk (2008) manifestasi mulut yang biasa terjadi pada penderita bulimia termasuk perubahan warna gigi, kehilangan jaringan dan lesi erosif pada permukaan gigi karena efek dari asam muntahan, dan lesi tersebut dapat muncul paling cepat enam bulan sejak gangguan makan dimulai; serta perubahan warna, ketajaman, dan panjang dari gigi. Gigi dapat menjadi rapuh, tembus, dan lemah, serta mungkin penderita menjadi sensitif terhadap temperatur udara. Pada kasus yang ekstrim, pulp dapat terkena, menyebabkan infeksi, perubahan warna, atau bahkan kematian pulp. Penderita bulimia juga dapat mengalami pelebaran kelenjar saliva, mulut kering, bibir memerah, kering, dan pecah-pecah (15).
– Komplikasi saluran pencernaan
Sering muntah dapat menyebabkan penyakit refluks gastroesopagus. Dispepsia sering terjadi, tapi motilitas dari esopagus normal. Beberapa penderita bulimia menelan sampai 50 pil pencahar per hari. Sembelit parah disertai dengan sindrom ketergantungan pencahar karena kerusakan pada plexus myenteric, mungkin akibat dari penyalahgunaan stimulan laksatif (12).
Menurut Cremonini, dkk (2009), terdapat asosiasi antara binge eating dengan perut kembung, nyeri perut, konstipasi, penyumbatan pada dubur dan diare pada populasi sampel pada umumnya. Binge eating juga berhubungan dengan peningkatan kapasitas lambung, yang seharusnya menjadi pelindung terhadap peningkatan gejala saluran pencernaan bawah dalam respon terhadap penernaan makanan. Dapat dibayangkan, penyaluran makanan yang luar biasa besar ke lambung mungkin melebihi kapasitas lambung pada penderita bulimia, dan hal ini mungkin tidak cukup dinetralkan oleh refleks relaksasi adaptif dari lambung, menyebabkan ketegangan tinggi pada dinding lambung dan menyebabkan persepsi nyeri lambung dan perut kembung (16).
– Komplikasi elektrolit
Hipoglikemia terjadi sekita 5% pada penderita bulimia dan kemungkinan mempengaruhi aritmia jantung penderita. Skrining hipoglikemia tidak dapat direkomendasikan sebagai sarana untuk mendeteksi bulimia. Namun, penemuan hipoglikemia pada remaja yang sehat merupakan hal yang spesifik pada penderita bulimia nervosa. Pengukuran kadar kalium pada urine dapat mendeteksi penyebab masalah saluran pencernaan akibat kekurangan kalium (12).
Menurut Kruger (2008), hampir setengah penderita bulimia parah memperlihatkan ketidaknormalam elektrolit, termasuk mengalami dehidrasi. Hipokalemia merupakan tanda muntahan terakhir. Hal ini mungkin berhubungan dengan alkalosis metabolisme hipokloromia pada penderita yang muntah dan diuretik serta berhubungan dengan asidosis metabolisme hiperkloromia pada penderita yang menyalahgunakan obat pencahar. Kelemahan otot dan keram, kejang, detak jantung yang tak beraruran, merupakan gangguan metabolik yang parah. Hipertensi pada penderita bulimia disebabkan karena penyalahgunaan stimulan, yang berhubungan dengan perdarahan pada otak (17).
– Kelainan endokrin
Penderita bulimia jarang mengalami kelainan endokrin. Umumnya, kepadatan tulang normal kecuali ada riwayat anoreksia. Meskipun menstruasi tidak teratur, yang mempengaruhi kesuburan, merupakan hal yang umum pada penderita bulimia aktif. Namun, kesempatan untuk hamil di masa yang akan datang bagi penderita bulimia yang telah sembuh tetap ada (12).
Kesimpulan
Eating disorders (ED) merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri. Terdapat dua macam ED, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Anoreksia dan bulimia adalah gangguan pola makan yang tampak atau sering terjadi pada remaja dan hanya sedikit laki-laki yang menderita gangguan ini. Remaja yang melakukan diet bahkan ketika mereka memiliki berat badan normal, dapat mengancam status gizi mereka dalam hal kehilangan sejumlah besar lemak. Kehilangan lemak tersebut dapat mengakibatkan amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi, dan kegagalan pertumbuhan. Selain itu, diet intermiten pada remaja obesitas dapat menurunkan kebutuhan energi basal dan membuat penurunan berat badan lebih sulit.
Referensi
- Almatsier, S., dkk. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. 2011. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Setiawan, E. Penyimpangan Pola Makan. 2004; Majalah Komunikasi Maranatha. Vol. 12, No. 10 (2004).
- Adriani, M., dan Bambang Wirjatmadi. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. 2012. Jakarta: Kencana Prenada Media.
- Broussard, BB. Women’s experiences of bulimia nervosa. 2005; Journal of Advanced Nursing 49(1), 43-50.
- Purba, RN. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Makan pada Remaja Perempuan di Modeling School. (Skripsi). Bogor: Institute Pertanian Bogor.
- Dysart, MM. 2007. The Effectiveness of Media Literacy and Eating Disorder Prevention in Schools: A Controlled Evaluation with 9th Grade Girls. (Dissertation). North Carolina State University.
- Suglia, RL. 2008. Impact on American Higher Education: The Prevalence of the Eating Disorder-Not Otherwise Specified (EDNOS) Category with Examination of the Eating Disorder Bodybuilding Type (EDBT) Category Among Division I-A Varsity Male Student-Athletes. (Dissertation). State University of New York at Buffalo.
- Savige AMG., dkk. Snacking behavior of adolescent and their association with skipping meals. 2007; International Journal of Beavioural nutrition and Physical activity. [Research]. 2007;36:1-9.
- Lock, R., dkk. Randomized Clinical Trial Comparing Family-Based Treatment With Adolescent-Focused Individual Therapy for Adolescents With Anorexia Nervosa; 2010. Arch Gen Psychiatry. 2010;67(10):1025-1032.
- Bell, K. Anorexia Nervosa in Adolescents: Responding Using the Canadian Code Ethics for Psychologists. 2010; Canadian Psychology. 2010. Vol. 51, No.4, 249-256.
- Grewal, SSK. 2011. Comparison of the Presentation and Outcome of Anorexia Nervosa in Early and Late Adolescence. (Thesis). University of Toronto.
- Mehler, PS. Bulimia Nervosa. 2003; The New England Journal of Medicine. (Aug 28, 2003): 875-881.
- ADA Association. 2011. Nutrition Intervention in the treatment of Eating Disorders. Journal of The American Dietetics Association.
- Rome, ES., dkk. Children and Adolescents with Eating Disorders: The State of The Art. 2003; Pediatrics Vol. 111, No. 1 January 2003.
- Lowe, E, and Nelson Rego. 2008. Full mouth oral rehabilitation of dentition compromised by Bulimia. Oral Health; Apr 2008; 98, 4; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 74.
- Cremonini, F., dkk. Associations among binge eating behavior patterns and gastrointestinal symptoms: a population-based study. 2009; International Journal of Obesity (2009) 33, 342–353.
- Danielle, K. Bulimia nervosa: easy to hide but essentials to recognize. 2008; Journal of the American Academy of Physician Assistants (Jan 2008): 48-52.