Analisis Situasi Ibu dan Anak Kabupaten Polman Sulawesi Barat

Latar Belakang

Republik Indonesia membentuk kepulauan yang meliputi tiga zona waktu antara India dan Samudera Pasifik. Merupakan negara keempat dengan populasi ternesar di dunia, dan diperkirakan populasi pada tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam etnik, sekitar 300 kelompok etnik dari 17.508 pulau, dan diperkirakan sepuluh pulau dengan populasi terbanyak. Indonesia memiliki  31 provinsi (dan dua daerah istimewa) dengan berbagai tingkatan ekonomi. Pada tahun 2005, Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah.

Dari keberagaman sosial tersebut, analisis situasi bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengeksplorasi data yang tersedia  sesuai dengan kecenderungan dan pola dari masalah kesehatan utama yang mempengaruhi ibu dan anak di Indonesia, khususnya di Polman, Sulawesi Barat. Analisis situasi juga bertujuan untuk mengeksplorasi inisiatif kebijakan, inovasi, dan tantangan dalam menanggapi permasalahan dalam desentralisasi dalam struktur pemerintahan Indonesia. Analisis situasi dan rekomendasinya sebaiknya difungsikan sebagai alat kebijakan, program dan fungsi advokasi untuk pembuat kebijakan dan praktisi, lokal, nasional, dan internasional.

Situasi ibu dan anak di Indonesia telah mengalami kemajuan, dan pada beberapa indikator, Indonesia telah berada di jalur untuk mencapai MDGs 2015. Sebagai contoh, Indonesia telah berusaha dengan baik untuk mencapai pendidikan dasar dan tantangan yang tersisa serakang adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk indikator lain seperti rasio angka kematian ibu, pemerintah harus bekerja lebih keras.

Provinsi Sulawesi Barat terdiri atas lima Kabupaten, yaitu Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar, dan Kabupaten Mamuju Utara. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan di Sulawesi Barat adalah masih banyaknya daerah yang sulit dijangkau yang disebabkan oleh medan yang berat yang diantarai oleh daerah sungai danhanya bisa dilalui dengan mengendarai kuda, disamping itu masih terdapat sekelompok masyarakat terasing yang masih menutup diri dari kemajuan ilmu dan pengetahuan.

Di Kabupaten Polewali Mandar sendiri, permasalahan di bidang kesehatan ibu dari Hasil Data Sektor MDGs Tahun 2008 ditunjukkan dengan; tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 17 orang dan dari Hasil Survei MDGs Kecamatan Tahun 2007 ditunjukkan dengan; persentase kunjungan K4 sebesar 59,10%, persentase pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih sebesar 31,98%. Angka pemakaian alat kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) usia 15-49 tahun sebesar 54,32%, cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani sebesar 72,25%, cakupan pelayanan nifas sebesar 70,84% yang diperoleh dari Hasil Data Sektoral MDGs Tahun 2008.

Permasalahan kesehatan dan gizi tersebut pada dasarnya terkait dengan isu-isu utama sebagai berikut: (1) akses dan kualitas pelayanan kesehatan kurang memadai karena kendala jarak, biaya, dan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan; (2) rendahnya tingkat keberlanjutan pelayanan kesehatan (continuum of care) pada ibu dan anak, khusunya pada penduduk miskin; (3) kurangnya jumlah, jenis, dan mutu tenaga kesehatan, serta penyebarannya yang kurang merata; (4) jaminan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin belum sepenuhnya dapat meningkatkan status kesehatan penduduk miskin; (5) promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan belum digarap dengan optimal.

Makalah ini berisi telaah analisis sebab-akibat yang bertujuan untuk memahami permasalahan dengan mengetahui penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah keadaan ibu dan anak di Kabupaten Polman Sulbar.

Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menganalisis situasi ibu dan anak di Kabupaten Polman Sulbar, yang terdiri atas analisis sebab-akibat yang bertujuan untuk memahami permasalahan dengan mengetahui penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah keadaan ibu dan anak.

Makalah lengkapnya dapat anda download di link ini: laporan situasi polman

*Cat: makalah ini adalah hasil diskusi kelompok 1 S2 Gizi angkatan 2011

Gangguan Makan dan Kaitannya dengan Tumbuh Kembang Remaja

Image

Abstrak

            Masa remaja merupakan masa perubahan dramatis dalam diri seseorang. Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan komposisi tubuh, terutama akumulasi lemak tubuh pada remaja puteri. Dengan adanya akumulasi lemak tubuh tersebut, ada anggapan bahwa mereka tidak memiliki tubuh semenarik yang diinginkan. Hal ini akan mendorong remaja puteri mencari jalan keluar agar memiliki tampilan fisik yang ideal, salah satunya adalah dengan melakukan perubahan kebiasaan makan yang umumnya menyimpang. Kebiasaan makan yang tidak benar itu dapat mengakibatkan terjadinya gangguan makan atau eating disorder yang dapat berdampak buruk bagi remaja. Eating disorders (ED) merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri. Pada umumnya, penderita ED adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah. Terdapat dua macam ED, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Kedua gangguan tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu menguruskan badan. Belum banyak penelitian mengenai ED di Indonesia, sebab masih dianggap sebagai masalah yang sepele dan belum banyak terkuak kasus tersebut. ED dapat memberikan dampak yang cukup serius. Pada penderita anoreksia misalnya dapat menyebabkan kemunduran sistem imunitas karena kekurangan gizi, gangguan lambung, penyakit jantung koroner, kerusakan hati hingga kematian. Dampak dari bulimia nervosa adalah kerusakan enamel gigi, penurunan kadar kalium darah, perdarahan esofagus, dan kematian. Remaja yang melakukan diet bahkan ketika mereka memiliki berat badan normal, dapat mengancam status gizi mereka dalam hal kehilangan sejumlah besar lemak. Kehilangan lemak tersebut dapat mengakibatkan amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka  metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi,  dan kegagalan pertumbuhan.

Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa perubahan dramatis dalam diri seseorang. Pertumbuhan pada usia anak yang relatif terjadi dengan kecepatan yang sama, secara mendadak meningkat saat memasuki usia remaja. Peningkatan pertumbuhan yang mendadak ini disertai dengan perubahan-perubahan hormonal, fisik, kognitif, dan emosional, sehingga perubahan tersebut membutuhkan zat gizi secara khusus (1).

Salah satu perubahan yang terjadi pada masa remaja adalah perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi antara lain perubahan berat dan tinggi badan, serta perubahan komposisi tubuh, yang termasuk di dalamnya akumulasi massa otot dan lemak tubuh. Perubahan fisik tersebut akan mempengaruhi jiwa remaja, karena seringkali perubahan tersebut  akan menimbulkan perasaan tidak puas diri pada remaja. Misalnya saja dengan peningkatan lemak tubuh pada remaja putri, akan menimbulkan ketidakpuasan pada mereka, sehingga mereka merasa memiliki tubuh yang gemuk.

Adanya anggapan diri bahwa mereka tidak memiliki tubuh semenarik yang diinginkan, mendorong remaja puteri mencari jalan keluar agar memiliki tampilan fisik yang ideal, antara lain dengan melakukan diet dan menutupi keadaan fisik yang dianggapnya kurang ideal. Rendahnya citra raga atau penilaian terhadap bentuk tubuh remaja puteri ini disebabkan karena adanya kesenjangan antara apa yang dilihat dengan apa yang diyakini sebagai bentuk tubuh yang ideal.

Adanya pengaruh lingkungan juga dapat mempengaruhi mindset remaja. Mereka ingin memiliki bentuk tubuh sempurna seperti bentuk tubuh idola mereka, sehingga akhirnya mereka menginginkan bagian tubuh tertentu lebih kecil. Perasaan ini dapat menyebabkan mereka mengubah tubuh dengan memanipulasi kebiasaan makan (1). Kebiasaan makan yang tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya gangguan makan atau eating disorder yang dapat berdampak buruk bagi remaja.

Eating disorders (ED) merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri. ED diperkirakan terjadi sebesar 0.5-3.0% pada populasi Amerika, dimana lebih banyak diderita oleh perempuan daripada laki-laki. ED pada remaja dapat berlanjut menjadi masalah yang serius dan kemungkinan menyebabkan kematian muda atau sakit psikisosial yang berkepanjangan (2).

Pada umumnya, penderita ED adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah. Mereka perasaan tidak berdaya, dan perasaan tidak sebanding dengan orang lain. Mereka menggunakan makanan dan diet untuk mengatasi masalah-masalah dalam hidup mereka. Mereka beranggapan bahwa makanan adalah sumber kenyamanan atau penghilang stres, sementara penurunan berat badan dianggap sebagai cara agar diterima oleh teman-teman dan keluarga (2).

Terdapat dua macam ED, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa (3). Anoreksia dan bulimia adalah gangguan pola makan yang tampak atau sering terjadi pada remaja dan hanya sedikit laki-laki yang menderita gangguan ini. Gangguan Anoreksi dan bulimia ini biasanya terjadi akibat seseorang terobsesi untuk menjadi langsing. Kedua gangguan tersebut juga mempunyai tujuan yang sama, yaitu menguruskan badan (3).

Remaja wanita lebih mungkin mengalami gangguan makan daripada laki-laki. studi di Amerika Serikat (AS) mengesitimasikan bahwa 0.5-3.7% wanita menderita anoreksia nervosa. Hal serupa juga terjadi dengan bulumia nervosa, sekitar-15% remaja perempuan di AS mengalami bulimia nervosa. Bulimia nervosa mempengaruhi 1-3% populasi AS dan lebih dari 90% dari kasus yang dilaporkan adalah perempuan. Selain itu, gangguan makan tipe binge eating juga memiliki angka kejadian yang tidak sedikit (4).

Belum banyak penelitian mengenai ED di Indonesia, sebab masih dianggap sebagai masalah yang sepele dan belum banyak terkuak kasus tersebut (5). ED dapat memberikan dampak yang cukup serius. Pada penderita anoreksia misalnya dapat menyebabkan kemunduran sistem imunitas karena kekurangan gizi, gangguan lambung, penyakit jantung koroner, kerusakan hati hingga kematian. Dampak dari bulimia nervosa adalah kerusakan enamel gigi, penurunan kadar kalium darah, perdarahan esofagus, dan kematian (3).

Kepercayaan diri, distorsi body image, dan perilaku diet adalah beberapa faktor terjadinya ED. Beberapa faktor risiko terjadinya ED antara lain gender, ras/etnis, kebiasaan makan dan masalah saluran pencernaan, penilaian negatif diri, kekerasan seksual serta perhatian lebih terhadap berat dan bentuk tubuh (5). Media juga berperan dalam menyebabkan timbulnya ED. Sebab kebanyakan body image yang disukai disebarluaskan melalui media (3).

Metode

Dalam makalah ini, penulis mengumpulkan literatur dengan menggunakan website google, google scholar, dan search proquest, dengan kata kunci eating disorder, anorexia, bulimia, dan adolescence. Selain itu penulis juga mencari jurnal melalui website American Journal of Clinical Nutrition dengan kata kunci yang sama, dan dengan terbitan sepuluh tahun terakhir. Selain itu, penulis juga menggunakan buku yang relevan sebagai bahan referensi. Sedangkan untuk membantu menerjemahkan kalimat yang sulit dari jurnal, penulis menggunakan bantuan google translate dan Jhon E. Coll dictionary, serta kamus kedokteran Dorland untuk membantu memahami istilah kedokteran yang kurang dipahami.

Hasil

Eating disorders (ED) adalah gangguan perilaku makan yang ditandai dengan perilaku abnormal seperti makan berlebihan dan memuntahkan kembali atau membatasi makan secara terus menerus (6). Terdapat dua macam gangguan perilaku tersebut, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Menurut Asosiasi Psikologi Amerika (APA), anoreksia nervosa merupakan perilaku dimana mereka menolak untuk mempertahankan berat badan minimal yang normal, sangat takut dengan kenaikan berat badan, dan sangat memperhatikan persepsi bentuk dan ukuran tubuhnya (7). Sedangkan bulimia nervosa menurut APA (2004) adalah suatu perilaku makan yang berlebihan serta melakukan perilaku makan yang tidak pantas untuk mencegah kenaikan berat badan dan menjaga bentuk tubuh (7).

Remaja yang melakukan diet bahkan ketika mereka memiliki berat badan normal, dapat mengancam status gizi mereka dalam hal kehilangan sejumlah besar lemak. Kehilangan lemak tersebut dapat mengakibatkan amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka  metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi,  dan kegagalan pertumbuhan.  Selain itu, diet intermiten pada remaja obesitas dapat menurunkan kebutuhan energi basal dan membuat penurunan berat badan lebih sulit. Gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa biasanya didahului oleh diet. Akibatnya, diet dianggap sebagai faktor risiko yang penting untuk pengembangan gangguan makan (8).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa ED atau gangguan perilaku makan terdiri atas dua, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Berikut ini penulis akan menjelaskan mengenai kedua gangguan tersebut, patogenesis dari ED, serta dampaknya terhadap tumbuh kembang remaja yang telah dirangkum dari berbagai literatur.

Anoreksia Nervosa

Anoreksia nervosa, adalah salah satu gangguan makan dengan prevalensi sebesar 0.48% hingga 0.70% pada remaja wanita dan merupakan gangguan serius yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis. Dampak gangguan fisik antara lain terhambatnya pertumbuhan, keterlambatan atau gangguan puberitas, dan pengurangan massa tulang. Dampak fisik juga bisa dilihat dari besarnya tingkat kematian akibat anoreksia di Amerika Serikat, yaitu diperkirakan sebesar 5.6% per dekade, dimana sekitar setengah kematian disebabkan karena gagal jantung dan setengahnya lagi karena bunuh diri. Sedangkan dampak psikologis seperti kondisi penyerta psikologis yang umum, antara lain gangguan depresi, kecemasan, termasuk gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan kepribadian (9).

Menurut Hoek (2006) prevalensi anoreksia diperkirakan sebesar 0.3% pada remaja perempuan dan dewasa muda di Amerika Serikat, prevalensinya meningkat selama transisi dari remaja ke dewasa muda. Badan statistik Kanada memperkirakan sekitar 0.5%-4% wanita akan mengalami anoreksia selama hidup mereka, dan mereka yang kebanyakan dirawat karena keluhan anoreksia sebagian besar adalah remaja. Namun, hanya sepertiga dari penderita anoreksia yang menjalani pengobatan mental (10).

Diagnostik and Statistical Manual for Mental Disorders IV (DSM-IV) mendefinisikan anoreksia sebagai penolakan untuk mempertahakan berat badan atau penolakan memiliki berat badan yang normal. Hal ini dapat terjadi antara lain : 1) penurunan berat badan hingga 15% daripada berat badan yang diharapkan; atau 2) kegagalan meningkatkan berat badan selama usia pertumbuhan. Terdapat kriteria tambahan, yaitu : perasaan takut meningkatkan berat badan atau menjadi gemuk meskipun secara fisik sebenarnya mereka mengalami berat badan kurang (11).

Bulimia Nervosa

Bulimia nervosa, merupakan gangguan yang ditandai dengan binge eating dan purguing (12), yang diikuiti dengan perilaku yang tidak nyaman untuk mencegah kenaikan berat badan. Gangguan ini umumnya biasa terjadi selama masa remaja, dengan periode onset sekitar usia 18 tahun. Rasio penderita antara wanita dan laki-laki adalah berkisar 10:1 hingga 20:1, dan berasal dari status ekonomi yang berbeda-beda (13). Sebagian besar penderita bulimia memiliki kondisi kejiwaan yang sama, seperti gangguan kecemasan atau depresi. Bulimia sendiri dikatakan berhubungan dengan penyalahgunaan obat dan pergaulan bebas (12).

Remaja yang berisiko mengalami gangguan ini adalah kemungkinan mereka yang mengalami kelainan depresi biologis, yang diperburuk dengan konflik keluarga dan aturan ekspektasi sosial. Penekanan sosial akan tubuh yang langsing seringkali membantu identifikasi penurunan berat badan seseorang sebagai solusi masalah. Diet yang menyebabkan makan yang berlebihan, sehingga memulai gangguan yang seperti siklus. Penderita bulimia ini memiliki pola makan yang tampaknya kacau meskipun ada aturan untuk mengonsumsi makanan yang mesti dimakan, seberapa banyak dan makanan yang baik serta makanan yang dihindari. Meskipun kriteria diagnosis gangguan makan berfokus pada perilaku makan berlebihan atau muntah, sebagian besar penderita menghindari makanan mereka (12).

Meskipun kriteria resmi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition (DSM-IV), mensyaratkan terjadinya binge eating atau makan berlebihan, rata-rata setidaknya dua kali seminggu selama periode tiga bulan, terdapat variasi tipe perilaku, dan beberapa responden memuntahkan kembali makanannya 5 hingga 10 kali atau lebih dalam sehari. Berbeda dengan anoreksia nervosa, penderita bulimia cenderung memiliki berat badan normal. Risiko kematian lebih rendah, jika dibandingkan dengan anoreksia, namun lebih banyak terjadi pada wanita dengan umur yang sama di populasi umum (12).

Penghindaran terhadap makanan tersebut bisa disebabkan karena faktor fisiologi atau psikologi yang kemudian memicu makan berlebih. Juga, trauma melanggar aturan dengan memakan sesuatu juga bisa menyebabkan perilaku binge-eating yang merusak diri. Akan tetapi jika penderita melanjutkan pola makan yang normal, umumnya akan menyebabkan masalah pada saluran pencernaan, seperti perut kembung, konstipasi, dan buang angin. Ketidaknyamanan fisik yang disebabkan karena binge eating seringkali menyebabkan pola siklus pada penderita untuk kembali menghindari makanan kembali. meskipun berfokus pada makanan, perilaku tersebut berkaitan dengan manajemen emosi dan mengobati sakit psikologis (13).

Penyebab bulimia belum diketahui dengan baik, ada indikasi yg menytkn bahwa faktor genetik memiliki peran penting. Gangguan sistem serotonergik, yang terlibat dalam pengaturan asupan makanan, serta budaya terhadap standar daya tarik fisik, juga diyakini memiliki kontribusi (12).

Kebanyakan penderita dengan bulimia memuntahkan makanan tanpa stimulasi medis.  Untuk mengeluarkan kembali makanan yang masuk, penderita  melakukan berbagai cara. Misalnya memuntahkan makanan yang telah ditelannya dengan memasukkan jari tangan, sedotan, sikat gigi, dan sebagainya. Cara lain adalah berpuasa selama 24 jam tanpa makan dan minum, mengonsumsi pil pelangsing, dan obat pencahar (3). Mereka juga melakukan olahraga berlebihan, melebihi batas yang dilakukan oleh orang normal. Kelebihan obat pencahar dapat mengakibatkan dehidrasi, malnutrisi, iritasi esopagus, pengeroposan dan kerusakan gigi, serta gangguan kelenjar dan metabolik. Komplikasi medis bulimia nervosa berkaitan dengan modus dan frekuensi memuntahkan makanan, sedangkan pada anoreksia, komplikasi tersebut muncul sebagai akibat dari kelaparan/pembatasan makanan dan penurunan berat badan (13).

Patogenesis Eating Disorders

Pola makan merupakan point yang penting, baik pada anoreksia maupun bulimia, dimana memiliki risiko terbesar menjadi kelompok diet yang buruk. Tidak mengherankan, faktor sosial-kultural dan lingkungan sangat berhubungan dengan citra tubuh yang ideal dan memiliki peran penting dalam perkembangan perilaku gangguan makan. Laporan mengenai kasus anoreksia dan bulimia di negara industri yang mana makanan makanan berlimpah serta bentuk tubuh langsing dikorelasikan dengan bentuk tubuh yang menarik. Sebagai contoh, prevalensi anoreksia di remaja puteri Yunani yang hidup di Jerman adalah dua kali lebih besar daripada remaja puteri Yunani yang menetap di Turki, dimana nilai-nilai barat mengenai tubuh yang langsing dan kecantikan kurang terekspos (14).

Penelitian terbaru menyatakan bahwa seretonin memiliki peran yang penting dalam area ini. Neurotransmitter seretonin diketahui memiliki efek kontrol nafsu makan, perilaku sosial dan seksual, respon stres dan mood. Seretonin mengatur makan dengan mengeluarkan sensasi cepat kenyang. Seretonin memiliki peran antagonis terhadap neurotansmissi serotonergik atau blok reseptor aktivasi yang meningkatkan konsumsi makanan dan berat badan. Penurunan fungsi seretonin di otak berhubungan dengan depresi, impulsi, dan perilaku agresif (14). Salah satu penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan perilaku binge eating yang parah memiliki asam serebrospinal 5-hidroksindoleasetik yang rendah daripada pada kelompok kontrol. Hal ini dapat dikatakan bahwa gangguan fungsi serotonergis dapat menjadi faktor risiko perkembangan anoreksia dan bulimia (14).

Leptin, suatu hormon yang disekresi oleh sel lemak, tampaknya kurang memiliki peran penting dalam pengaturan anoreksia, meskipun memiliki peran dalam pengaturan lemak tubuh. Remaja dengan anoreksia atau berat badan kurang memiliki serum leptin yang rendah, konsisten dengan penurunan massa jaringan lemak, yang meningkat seiring penambahan berat badan. Menariknya, normalisasi kadar leptin tampaknya mendahului normalisasi berat badan, yang mungkin memberi kesulitan dalam mencapai dan mempertahankan berat badan pada anoreksia (14). Studi klinis dan populasi pada wanita melihat adanya hubungan antara depresi dan anoreksia, dimana depresi merupakan faktor risiko perkembangan gangguan makan pada remaja. Kesimpulannya, bahwa patogenesis gangguan makan dapat  digambarkan dalam hal yang mencerminkan jalur umum yang umumnya memiliki kontribusi dalam beberapa perkembangan. Dalam hal intervensi, implikasi terapeutik yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor predisposisi dan mempercepat penyembuhan (14).

Kaitan Anoreksia Nervosa dengan Tumbuh Kembang Remaja

Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan kebutuhan fisik dan perkembangan tubuh yang dramatis. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya (1).

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa anoreksia nervosa merupakan gangguan makan untuk membuat tubuh menjadi kurus dengan jalan membatasi makanan secara sengaja dan mengontrolnya dengan sangat ketat. Penderita anoreksia sebenarnya sadar bahwa mereka kelaparan, tetapi karena takut berat badannya bertambah, mereka memaksakan diri menahan rasa lapar. Selain itu persepsi penderita terhadap rasa kenyang juga mengalami gangguan, sehingga mengonsumsi makanan dengan porsi yang kecil pun sudah merasa sangat kenyang, bahkan mual (3).

Salah satu tanda khas dari penderita anoreksia adalah tidak mengalami menstruasi minimal 3 bulan. Hal ini terjadi karena tubuhnya tidak memiliki zat-zat gizi yang cukup, sehingga aktivitas hormonnya terganggu. Perilaku anoreksia ini dapat berakibat fatal, karena menahan laparnya dilakukan mati-matian sehingga dapat menyebabkan bunuh diri. Dan tentu saja tanpa asupan zat-zat gizi yang cukup, metabolisme tubuh tidak mampu berjalan dengan baik (3).

Anoreksia dapat memberikan pengaruh pada saluran pencernaan dan massa otak. Membiarkan kelaparan dapat menyebabkan pengosongan lambung menjadi lambat, menurunkan pergerakan usus, dan konstipasi yang parah. Juga terdapat bukti bahwa ketidaknormalan struktur otak (kehilangan jaringan) akibat kelaparan yang berkepanjangan, yang muncul di awal proses pernyakit dan dapat jumlahnya kemungkinan cukup besar. Meminimalisir potensi komplikasi fisik jangka panjang dari anoreksia, dapat dilakukan dengan mengenal gejala dan pengobatan segera adalah hal penting dilakukan pada remaja yang mengalami penyakit ini (12).

Kaitan Bulimia Nervosa dengan Tumbuh Kembang Remaja

Bulimia berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengancam jiwa penderitanya. Bayangkan jika seseorang memuntahkan terus-menerus makanan yang ia konsumsi. Tentunya tubuh mereka akan lemas dan sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Apalagi jika ia memuntahkan makanan dengan menggunakan alat, risiko komplikasinya akan bertambah. Padahal seperti yang dijelaskan pada pendahuluan, bahwa masa remaja merupakan masa dimana terjadi perubahan dramatis pada fisik, kognitif, hormonal, dan emosional, sehingga dibutuhkan zat-zat gizi khusus untuk mendukung perubahan yang optimal. Berikut ini akan dijelaskan beberapa komplikasi medis akibat bulimia.

–       Komplikasi mulut

Nyeri faring dan hilangnya enamel pada permukaan anterior gigi diperkirakan akibat paparan berulang isi asam lambung dalam muntahan tersebut. Karies gigi mungkin lebih umum terjadi. Komplikasi lain yang berhubungan dengan muntahan yang berlebihan adalah sialadenosis, yaitu pembengkakan yang menyakitkan dari kelenjar ludah yang muncul setelah siklus pemuntahan makanan (12).

Menurut Edward, dkk (2008) manifestasi mulut yang biasa terjadi pada penderita bulimia termasuk perubahan warna gigi, kehilangan jaringan dan lesi erosif pada permukaan gigi karena efek dari asam muntahan, dan lesi tersebut dapat muncul paling cepat enam bulan sejak gangguan makan dimulai; serta perubahan warna, ketajaman, dan panjang dari gigi. Gigi dapat menjadi rapuh, tembus, dan lemah, serta mungkin penderita menjadi sensitif terhadap temperatur udara. Pada kasus yang ekstrim, pulp dapat terkena, menyebabkan infeksi, perubahan warna, atau bahkan kematian pulp. Penderita bulimia juga dapat mengalami pelebaran kelenjar saliva, mulut kering, bibir memerah, kering, dan pecah-pecah (15).

–       Komplikasi saluran pencernaan

Sering muntah dapat menyebabkan penyakit refluks gastroesopagus. Dispepsia sering terjadi, tapi motilitas dari esopagus normal. Beberapa penderita bulimia menelan sampai 50 pil pencahar per hari. Sembelit parah disertai dengan sindrom ketergantungan pencahar karena kerusakan pada plexus myenteric, mungkin akibat dari penyalahgunaan stimulan laksatif (12).

Menurut Cremonini, dkk (2009), terdapat asosiasi antara binge eating dengan perut kembung, nyeri perut, konstipasi, penyumbatan pada dubur dan diare pada populasi sampel pada umumnya. Binge eating juga berhubungan dengan peningkatan kapasitas lambung, yang seharusnya menjadi pelindung terhadap peningkatan gejala saluran pencernaan bawah dalam respon terhadap penernaan makanan. Dapat dibayangkan, penyaluran makanan yang luar biasa besar ke lambung mungkin melebihi kapasitas lambung pada penderita bulimia, dan hal ini mungkin tidak cukup dinetralkan oleh refleks relaksasi adaptif dari lambung, menyebabkan ketegangan tinggi pada dinding lambung dan menyebabkan persepsi nyeri lambung dan perut kembung (16).

–       Komplikasi elektrolit

Hipoglikemia terjadi sekita 5% pada penderita bulimia dan kemungkinan mempengaruhi aritmia jantung penderita. Skrining hipoglikemia tidak dapat direkomendasikan sebagai sarana untuk mendeteksi bulimia. Namun, penemuan hipoglikemia pada remaja yang sehat merupakan hal yang spesifik pada penderita bulimia nervosa. Pengukuran kadar kalium pada urine dapat mendeteksi penyebab masalah saluran pencernaan akibat kekurangan kalium (12).

Menurut Kruger (2008), hampir setengah penderita bulimia parah memperlihatkan ketidaknormalam elektrolit, termasuk mengalami dehidrasi. Hipokalemia merupakan tanda muntahan terakhir. Hal ini mungkin berhubungan dengan alkalosis metabolisme hipokloromia pada penderita yang muntah dan diuretik serta berhubungan dengan asidosis metabolisme hiperkloromia pada penderita yang menyalahgunakan obat pencahar. Kelemahan otot dan keram, kejang, detak jantung yang tak beraruran, merupakan gangguan metabolik yang parah. Hipertensi pada penderita bulimia disebabkan karena penyalahgunaan stimulan, yang berhubungan dengan perdarahan pada otak (17).

–       Kelainan endokrin

Penderita bulimia jarang mengalami kelainan endokrin. Umumnya, kepadatan tulang normal kecuali ada riwayat anoreksia. Meskipun menstruasi tidak teratur, yang mempengaruhi kesuburan, merupakan hal yang umum pada penderita bulimia aktif.  Namun, kesempatan untuk hamil di masa yang akan datang bagi penderita bulimia yang telah sembuh tetap ada (12).

Kesimpulan

Eating disorders (ED) merupakan gangguan mental yang meskipun berhubungan dengan pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri. Terdapat dua macam ED, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Anoreksia dan bulimia adalah gangguan pola makan yang tampak atau sering terjadi pada remaja dan hanya sedikit laki-laki yang menderita gangguan ini. Remaja yang melakukan diet bahkan ketika mereka memiliki berat badan normal, dapat mengancam status gizi mereka dalam hal kehilangan sejumlah besar lemak. Kehilangan lemak tersebut dapat mengakibatkan amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka  metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi,  dan kegagalan pertumbuhan.  Selain itu, diet intermiten pada remaja obesitas dapat menurunkan kebutuhan energi basal dan membuat penurunan berat badan lebih sulit.

Referensi

  1. Almatsier, S., dkk. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. 2011. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  2. Setiawan, E. Penyimpangan Pola Makan. 2004; Majalah Komunikasi Maranatha. Vol. 12, No. 10 (2004).
  3. Adriani, M., dan Bambang Wirjatmadi. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. 2012. Jakarta: Kencana Prenada Media.
  4. Broussard, BB. Women’s experiences of bulimia nervosa. 2005; Journal of Advanced Nursing 49(1), 43-50.
  5. Purba, RN. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Makan pada Remaja Perempuan di Modeling School. (Skripsi). Bogor: Institute Pertanian Bogor.
  6. Dysart, MM. 2007. The Effectiveness of Media Literacy and Eating Disorder Prevention in Schools: A Controlled Evaluation with 9th Grade Girls. (Dissertation). North Carolina State University.
  7. Suglia, RL. 2008. Impact on American Higher Education: The Prevalence of the Eating Disorder-Not Otherwise Specified (EDNOS) Category with Examination of the Eating Disorder Bodybuilding Type (EDBT) Category Among Division I-A Varsity Male Student-Athletes. (Dissertation). State University of New York at Buffalo.
  8. Savige AMG., dkk. Snacking behavior of adolescent and their association with skipping meals. 2007; International Journal of Beavioural nutrition and Physical activity. [Research]. 2007;36:1-9.
  9. Lock, R., dkk. Randomized Clinical Trial Comparing Family-Based Treatment With Adolescent-Focused Individual Therapy for Adolescents With Anorexia Nervosa; 2010. Arch Gen Psychiatry. 2010;67(10):1025-1032.
  10. Bell, K. Anorexia Nervosa in Adolescents: Responding Using the Canadian Code Ethics for Psychologists. 2010; Canadian Psychology. 2010. Vol. 51, No.4, 249-256.
  11. Grewal, SSK. 2011. Comparison of the Presentation and Outcome of Anorexia Nervosa in Early and Late Adolescence. (Thesis). University of Toronto.
  12. Mehler, PS. Bulimia Nervosa. 2003; The New England Journal of Medicine. (Aug 28, 2003): 875-881.
  13. ADA Association. 2011. Nutrition Intervention in the treatment of Eating Disorders. Journal of The American Dietetics Association.
  14. Rome, ES., dkk. Children and Adolescents with Eating Disorders: The State of The Art. 2003; Pediatrics Vol. 111, No. 1 January 2003.
  15. Lowe, E, and Nelson Rego. 2008. Full mouth oral rehabilitation of dentition compromised by Bulimia. Oral Health; Apr 2008; 98, 4; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 74.
  16. Cremonini, F., dkk.  Associations among binge eating behavior patterns and gastrointestinal symptoms: a population-based study. 2009; International Journal of Obesity (2009) 33, 342–353.
  17. Danielle, K. Bulimia nervosa: easy to hide but essentials to recognize. 2008; Journal of the American Academy of Physician Assistants (Jan 2008): 48-52.

Perilaku Remaja yang Berisiko Terhadap Kesehatan

wallp6

Pertumbuhan yang pesat, perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktivitas menjadi karakteristik remaja, menyebabkan peningkatan kebutuhan gizi dan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan ini akan mempengaruhi kebutuhan gizi. Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan remaja, akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola konsumsi makanan yang sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang.

PERILAKU MAKAN

1. Skipping Meals

Melewatkan waktu Makan adalah umum di kalangan remaja, terutama selama masa remaja tengah dan akhir. Sarapan adalah makan yang paling sering dilewati dan dikaitkan dengan kurangnya waktu, keinginan untuk tidur lebih lama di pagi hari, kurang nafsu makan, dan diet untuk menurunkan berat badan.

Remaja yang melewatkan sarapan memiliki energi total harian, asupan vitamin dan mineral yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang sarapan. Makan siang dilewati oleh hampir seperempat dari remaja Seperti  halnya dengan sarapan, melewatkan makan siang mengurangi asupan energi, protein, dan nutrisi lainnya.

Diet yang tidak adekuat adalah terjadi pada remaja bagi mereka yang melewatkan sarapan daripada mereka yang makan sarapan. Asupan yang tidak adekuat dan rendahnya asupan energi, protein dan nutrisi lainnya akan menyebabkan remaja mengalami kekurangan gizi dan pada akhirnya akan mempengaruhi konsentrasi, belajar, dan kinerja sekolah (Story and Stang, 2005)

2.    Unhealthy weight control practices

Remaja memiliki jiwa yang labil dan sangat mudah terpengaruh oleh lingkungannya khususnya oleh media televisi. Mereka suka mengikuti gaya selebriti yang menjadi idola mereka. Remaja yang gemuk ingin terlihat langsing seperti artis-artis ditelevisi. Bahkan Banyak remaja dengan berat badan normal, terutama perempuan, tidak puas dengan berat badan mereka. Mereka ingin menjadi lebih ramping sehingga mereka sering mencari strategi pengendalian berat badan yang Ekstrim, seperti puasa, muntah, menggunakan pil diet, dan  obat pencahar.

Remaja yang diet bahkan ketika mereka memiliki normal berat badan dapat mengancam status gizi mereka. Jika sejumlah besar lemak hilang, amenorea, ketosis, massa tubuh berkurang, jaringan otot berkurang tanpa lemak, mengurangi angka  metabolisme basal, kelelahan, lekas marah, insomnia, kurang konsentrasi, dan dapat mengakibatkan kegagalan pertumbuhan.  Selain itu, diet intermiten dapat berkontribusi dengan pada remaja obesitas dengan menurunkan kebutuhan energi basal dan membuat penurunan berat badan selanjutnya lebih sulit. Gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa biasanya didahului oleh diet Akibatnya, diet dianggap sebagai faktor risiko yang penting untuk pengembangan gangguan makan (Savige dkk., 2007).

Seperti yang dilaporkan oleh Thogersen-Ntoumani dkk  (2010) menunjukkan bahwa banyak remaja perempuan Yunani terlibat dalam kontrol berat badan tidak sehat (terutama melewatkan waktu makan dan berpuasa selama satu hari atau lebih). Demikian perilaku mencerminkan keprihatinan dan perasaan ketidakpuasan dengan citra tubuh mereka.

3.    Snacking

Seiring dengan meningkatnya aktivitas dan banyaknya aktivitas yang dilkukan di luar rumah umumnya remaja mempunyai selera makan yang besar sehingga mencari makan dengan jajan di luar waktu makan dan makanan yang dipilih adalah makanan yang padat energy yaitu makan yang manis dan berlemak sehingga beresiko untuk obesitas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Savige dkk., 2007. Konteks yang paling umum untuk ngemil di kalangan remaja adalah setelah pulang sekolah (4,6 kali per minggu), sambil menonton TV (3,5 kali per minggu) dan sambil nongkrong dengan teman-teman (2,4 kali per minggu). Makanan yang dipilih oleh remaja saat ngemil cenderung tinggi gula, sodium, dan lemak, sementara relatif rendah vitamin dan mineral. Dan remaja memilih makanan ringan berdasarkan selera gizi yang lebih, mereka lebih sering memilih makanan renyah dan asin, Akibatnya, ngemil dianggap sebagai faktor yang berkontribusi dalam pengembangan kelebihan berat badan dan obesitas. Naiknya kejadian obesitas di kalangan remaja, bagaimanapun, mengindikasikan bahwa remaja banyak yang mengkonsumsi lebih dari cukup asupan energi. Karena makanan ringan di antara waktu makan dimakan memberikan sampai seperempat dari asupan energi harian di beberapa populasi remaja, membatasi snacking dapat menjadi cara efektif bagi remaja untuk mengurangi asupan energi total. Namun, mengingat bahwa ngemil adalah suatu perilaku diet yang umum  di kalangan remaja, promosi snacking bergizi (misalnya kacang, buah segar dan sayuran, roti / roti panggang, susu dan jus buah murni) sangat penting).

4.    Vegetarian diet

Ada banyak alasan mengapa seorang remaja mungkin memilih untuk makan diet vegetarian. Beberapa remaja mungkin menghargai hak hewan, sementara yang lain karena keyakinan agama. Dan hal ini juga dipengaruhi karena remaja belum sepenuhnya matang baik secara fisik, kognitif dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim seperti pilihan untuk mejadi vegetarian merupakan contoh keterpengaruhan. Diet Vegetarian memang menawarkan beberapa keuntungan dalam hal hidup sehat yaitu asupan sehat lemak total, lemak jenuh, porsi sayuran dan buah-buahan, serta konsumsi lebih sedikit makanan cepat saji, garam, dan konsumsi soda biasa dan minuman buah Namun, ada kekhawatiran bahwa diet vegetarian dapat menimbulkan gangguan makan jika tidak dilakukan dengan baik. Remaja yang tidak mengganti makanan tertentu dengan makanan yang mereka hilangkan berada pada risiko kekurangan gizi. Remaja yang mencoba diet vegetarian berada pada risiko lebih besar untuk kekurangan nutrisi seperti Vitamin B12, vitamin D, kalsium,besi, seng, dan beberapa asam lemak esensial. Asupan seng yang rendah adalah menjadi perhatian karena perannya dalam pertumbuhan.

Remaja vegetarian cenderung untuk mengkonsumsi lebih banyak buah dan sayuran  sementara mengkonsumsi makanan ringan sedikit manis dan asin. Remaja  ini juga cenderung berat kurang dari rekan-rekan mereka yang nonvegetarian. Sebuah aspek penting dari remaja adalah bahwa banyak keputusan dibuat impulsif dan tanpa banyak pertimbangan untuk masa depan. Akibatnya, aspek positif vegetarian juga bisa membawa dampak  negatif atau perilaku berbahaya. Semua vegetarian beresiko untuk gizi kekurangan jika mereka tidak mengkonsumsi sesuai jumlah makanan yang kaya protein, zat besi, kalsium, dan seng Remaja berada pada risiko lebih besar jika keputusan mereka untuk menjadi vegetarian yang tiba-tiba dan tanpa memperhatikan rincian yang diperlukan dan informasi tepat (Renda and Fischer, 2009).

Namun jika ingin melakukan diet vegetarian harus dilakukan dengan menggunakan pedoman  Food Guide Pyramid untuk Perencanaan diet Vegetarian disediakan dalam pedoman tersebut untuk mencapai berbagai kebutuhan gizi yang diperlukan. Menggunakan Food Guide Pyramid sebagai pedoman dalam perencanaan makan, diet vegetarian adalah pilihan yang tepat dan sehat untuk remaja .

5.    Fast Food Consumption

Kehadiran fast food dalam industri makanan Indonesia dapat mempengaruhi pola makan remaja. Konsumsi makanan cepat saji di kalangan remaja dipengaruhi oleh rasa yang enak, kemudahan mendapatkan dan lebih bergengsi atau dianggap modern. Makanan seperti burger, kentang goreng memiliki nilai yang lebih tinggi dari makanan lain. Fast food mengandung lemak, protein, hidrat arang dan garam yang relatif tinggi dan jika dikonsumsi secara berkesinambungan dan berlebihan dapat mengakibatkan masalah gizi lebih (Denney-Wilson dkk., 2009).

6.  Eating Out

Kebiasaan remaja yang tidak sarapan di rumah sebelum beraktivitas di sekolah, kegiatan ekstra diluar sekolah seperti kursus, latihan olahraga dan lain-lain membuat remaja lebih sering makan diluar. Anak-anak dan remaja mengonsumsi lebih banyak soda, kalori, mengonsumsi lebih banyak gula, lemak total, lemak jenuh, dan sodium serta mengasup gizi berkualitas lebih rendah saat makan di restoran cepat saji atau restoran lain dibandingkan dengan ketika bersantap di rumah.

Asupan gizi yang demikian menyebabkan masalah gizi pada remaja sehingga makan di luar lebih sering dikaitkan dengan obesitas, kegemukan tubuh yang lebih tinggi, atau BMI lebih tinggi. Pembatasan makan di luar akan membantu anak-anak dan remaja mendapatkan asupan yang lebih baik. Ini mungkin akan sangat berguna untuk menghentikan tren obesitas yang banyak melanda remaja (Story and Stang, 2005).

 7.    Low consumption of fruit and vegetables

Remaja sebagian besar tidak suka makan sayur dan buah yang disebabkan oleh pengetahuan yang rendah tentang pentingnya konsumsi buah dan sayur dan juga disebabkan oleh kebiasaan jajan atau makan di luar rumah dimana makanan yang tersedia diluar rumah kurang atau bahkan tidak ada  buah dan sayur serta rasa buah dan sayur mereka tidak sukai. Akibatnya remaja rendah konsumsi buah dan sayur, seprti temuan oleh Rieth dkk (2012) bahwa Remaja memiliki frekuensi yang lebih rendah dari konsumsi lima porsi shari buah-buahan dan sayuran. Rendahnya konsumsi buah dan sayur di kalangan remaja dipengaruhi oleh pendapatan perkapita rumah tangga, tingkat pendidikan kepala keluarga dan kebiasaan merokok (Bigio dkk., 2011). Akibatnya remaja cenderung kurang vitamin dan mineral yang penting bagi pertumbuhan mereka, sehingga remaja  cenderung menderita defisiensi mikronutrien. Kurang konsumsi buah dan sayur juga dikaitkan dengan kejadian overweight (Powel dkk., 2006).

IMAGE TUBUH

Karena remaja mengalami perubahan fisik yang signifikan dalam
tubuh mereka selama masa pubertas, mereka cenderung mengalami persepsi yang sangat dinamis dari citra tubuh.  Remaja cenderung mengalami ketidak puasan terhadap body image (citra tubuh). Anak perempuan mengganggap diri mereka  lebih gemuk (overweight) dari ukuran tubuh mereka. Selama masa remaja, remaja banyak menginginkan berat badan ideal, yang berkaitan dengan citra mereka, sesuatu yang sangat penting bagi mereka

Kekuatan sosial dan budaya yang kuat mempengaruhi citra tubuh pada orang muda. Dari kecil hingga dewasa, televisi, billboard, film, video musik, video game, game komputer, mainan, Internet, dan majalah menyampaikan gambar yang ideal, keindahan daya tarik, bentuk, ukuran kekuatan, dan berat. (Story and Stang, 2005).

Majalah adalah bentuk lain dari media yang mempengaruhi sikap tentang citra tubuh, karena banyak foto model dan idola remaja. remaja ingin terlihat seperti model dan idola remaja dan mungkin mencoba untuk meniru mereka dengan cara yang tidak sehat.

Akibatnya banyak remaja menurunkan berat badannya untuk mendapatkan tubuh yang ideal namun remaja menggunakan metode pengendalian berat badan yang tidak sehat seperti muntah, pencahar, pil diet, merokok, dan diuretik dalam upaya untuk menurunkan berat badan. Sehingga akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan remaja tersebut.

Permasalahan makan yang paling sering ditemukan pada remaja adalah anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Khususnya remaja putri, anoreksi nervosa merupakan gangguan yang paling sering ditemukan berkaitan dengan penurunan berat badan.

PERILAKU LAIN YANG BERISIKO TERHADAP KESEHATAN

1.    Smoking

Remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yaitu ketika seorang remaja sedang mencari jati dirinya. Merokok juga merupakan simbil dari kematangan, kekuatan dan kepemimpinan seorang remaja. Remaja perokok berpotensi mengalami malnutrisi. Hal ini dapat terjadi karena saat pembakaran rokok, nikotin akan masuk sirkulasi darah sebesar 25 % dan masuk ke otak manusia ± 15 detik yang kemudian nikotin akan diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk memacu system dopaminergik pada jalur imbalan sehingga akan mempengaruhi penekanan nafsu makan yang menyebabkan terjadinya malnutrisi. Remaja perokok akan memiliki berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang bukan perokok hal ini disebabkan oleh adanya penurunan konsumsi energy dan peningkatan hasil pengeluaran energy dapat menunjukkan terjadinya kurang gizi (Aginta 2011).

2.  Drug abuses and Alcohol consumption

Remaja mengkonsumsi narkoba dan alcohol karena untuk memenuhi keinginan akan sesuatu hal yang baru, seru, dan berisiko, menstimulasi rasa tertentu (termasuk memuaskan rasa penasaran, ingin   merasakan   sesuatu yang mengubah kesadaran, dan lain-lain), mengatasi atau melupakan masalah atau perasaan.

Pada awalnya orang-orang yang mengkonsumsi narkoba dan miras biasanya ketika masih sekolah SMP, di SMP mereka mulai mencoba minum-minuman keras yang ditawari oleh teman-temannya yang ada di SMA. Ketika mereka sudah masuk SMA mereka mulai mencoba mengkonsumsi pil lexotan yang dosisnya ringan, kemudian mereka mencoba obat-obatan yang dosisnya tinggi. Orang-orang mengkonsumsi narkoba itu bertujuan untuk menenangkan diri dari masalah yang dihadapi olehnya. Misalnya anak yang selalu dimarahi oleh orang tuanya dan kurang perhatian (kasih sayang) dari kedua orang tuanya pasti merasa kesal dan marah maka, untuk menghilangkan rasa kesal dan marahnya mereka minum-minuman keras bahkan ada yang langsung memakai narkoba. Apabila ditambah dengan pergaulan yang bebas, yaitu pergaulan yang tanpa aturan, sekehendak sendiri dan tidak mau diatur sangat dominan dalam proses penyalahgunaan narkoba ini

Akibatnya malas makan, sehingga fisik lemah dan kekurangan gizi, hidup jorok, sehingga terkena eksim, penyakit kelamin, lebih lanjut paru-paru, hepatitis, sering sakit kepala, mual-mual, muntah, murus-murus, sulit tidur, gangguan otot jantung dan tekanan darah tinggi.

Adriani M. & Bambang Wirhatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : Penerbit Kencana.

Aginta E. Hubungan antara merokok dan kebiasaan makan dengan status gizi remaja putra. Artikel Penelitian. 2011.

Almatsier, S., Susirah Soetardjo, Moesijanti Soekatri. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Bigio R.S., Junion E.V., Alessandra de Castro M., Luiz Galvão César C., Fisberg R.M., dan Lobo Marchioni  D.M. Determinants of fruit and vegetable intake in adolescents using quantile regression .Rev Saúde Pública 2011;45(3)

Denney-Wilson E., Crawford D., Dobbins T., Hardy L.,  Okely A.D. Influences on consumption of soft drinks and fast foods in adolescents. Asia Pac J Clin Nutr 2009;18 (3):447-452.

Grigg JB M and Redman S. Disordered eating and Unhealthy weight reduction Practices among adolescent Females. Preventive medicine. 1996;25:9.

Marta A Rieth M.A., Moreira M.B., Fuchs F.D., Moreira L.B., Fuchs S.C. Fruits and vegetables intake and characteristics associated among adolescents from Southern Brazil. Nutrition Journal 2012, 11:95

Powell L.M., Auld M.C., Chaloupka F.J., O’Malley P.M., Johnston L.D. Access to Fast Food and Food Prices: Relationship with  Fruit and Vegetable Consumption and Overweight among Adolescents. 2006.

Renda M dan Fischer P. Vegetarian Diets in Children and Adolescents. Pediatrics in Review 2009;30.

Savige AM G., Ball K., Worsley A., and Crawford D. Snacking behavior of adolescent and their association with skipping meals. International Journal of Beavioural nutrition and Physical activity. [Research]. 2007;36:1-9.

Story M dan Stang J. Understanding Adolescent Eating Behaviors. Guidelines for Adolescent Nutrition Services.  2005.

Thogersen-Ntoumani C., Ntoumanis N dan Nikitaras N. Unhealthy weight control behaviours in adolescent girls:  process model based on self-determination theory. Psychology and Health. 2010;25:5,535-550.

Cat: tulisan ini adalah hasil diskusi teman-teman kelompok 1 S2 gizi angkatan 2011